8 Kebiasaan Yang Membuat Kita Kaya (3)
PART 3 – Intention / Berniat
Manusia mewujud seperti apa yang dipikirkannya”, - Morris Goodman
Saya akan bercerita tentang apa yang pernah terjadi dalam hidup saya. Saya ingat betul, ketika saya masih berumur 11 tahun dan mulai menyukai kegiatan membaca novel, novel pertama yang saya baca dan saya sukai sampai sekarang tak lain tak bukan adalah Harry Potter. Yes… the famous Harry Potter books itu telah menyita perhatian saya. A magical world bagi saya. Sampai pada waktu itu berangan-angan kalau saya bakal punya rumah seperti rumah si paman Harry.
.
Bayangkan detail rumah paman Vernon, ketika melihat rumah, didepan ada garasi dan taman, begitu masuk dari pintu depan, ruang tamunya langsung terbuka luas dan bisa melihat tangga menuju ke lantai 2, dimana dibawah tangga itu ada lemari tampat tinggal si Harry. Rumahnya memiliki interior modern minimalis dengan nuansa almost white with wooden craft. Karena saya kurang suka rumah dengan terlalu banyak perabotan dari kayu, maka saya membayangkan rumahnya half aluminium half wood. Anda sudah bisa membayangkan seperti apa rumahnya bukan?
.
Kita tinggalkan dulu sebentar rumah impian saya. Beranjak dewasa, saya pun lupa akan rumah itu. Namanya saja anak-anak yang suka berimajinasi liar, saya anggap wajar-wajar saja waktu itu, toh itu hanya satu ddi dunia real, sekolah begitu menyita waktu dan perhatian saya. Banyak hal yang harus saya lakukan sebagai remaja saat itu. Bergaul, belajar, organisasi, soft skill, dll. Sehingga ketika buku Harry Potter yang ke-4 terbit, saya memang membeli dan membacanya, tapi hanya sekedar membaca. Esensinya beda ketika saya membaca pada umur 11 tahun dulu. Saya tidak benar-benar menaruh perhatian saya disana.
.
Suatu saat orang tua saya ingin membeli rumah baru. Sebenarnya mereka ingin membeli rumah disamping kiri rumah saya. Ntah kenapa saya gak suka, gak sreg aja. Papa dan Mama bertanya ke saya, gimana kalau kita beli rumah sebelah, dan yaaaa….. saya jawab gak mau karena gak suka. Mereka mengabaikan saya donk. Mungkin dipikiran mereka saya hanya seorang anak yang suaranya cukup 10% dari proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Akhirnya segala upaya pendekatan ke tetangga saya itu dilakukan agar bisa beli rumahnya. Sampai sudah menawar dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran didaerah situ tetap saja gak dikasih. Dan orang tua saya menyerah untuk beli rumah tetangga.
.
Eiiits, perkara beli rumah ini gak sampai disitu. Merasa gagal beli rumah tetangga, trus my parents nyari rumah di beberapa kompleks perumahan lain. Bagus-bagus sih rumah pilihan mereka, tapi saya gak ada yang suka semua. Mereka nanya saya dan adek lagi, kalau beli rumah A gimana, beli rumah B gimana, adek sih ada yang suka salah satu rumah pilihan mereka, tapi saya gak ada yang suka semua. Rasanya masih belum pas aja. And then sepertinya mereka beneran menyerah tentang beli rumah ini, dan melupakannya.
.
Satu atau dua tahun setelah kejadian rencana beli rumah itu, saya lupa tepatnya. Tiba-tiba satpam kompleks rumah ngomong ke Mama kalau ada rumah tetangga yang dijual, bukan yang sebelah rumah, yaaah beda beberapa rumah lah, masih satu gang dengan rumah yang ditempati. Singkat cerita, akhirnya janjian buat lihat dalem rumahnya. Naaah, waktu masuk rumahnya nih, it’s feels like…. Wah aku suka nih, rumahnya gueeeh banget.. trus dibelilah rumah itu.
.
Ada satu hal yang baru saya sadari beberapa bulan lalu, ketika saya sedang berdiskusi bersama kakak saya mas Oz, jadi rumah yang saya tinggali saat ini, persis sama seperti apa yang saya bayangkan sebagai rumah modif paman Vernon. He said it’s called dejavu. Dejavu bukan seperti kebanyakan orang yang bilang kalau apa yang kita alami saat ini seperti pernah kita alami. Garis bawahi kata “seperti” yaaa… it’s not like that. The Dejavu moment memang pernah kita alami, dalam pikiran kita di masa lalu. Seringnya kita tidak pernah menyadari pernah berpikir demikian sampai hal itu terjadi dan terwujud dalam realitas yang kita alami. Dalam kasus rumah saya, it’s takes 11 years untuk terwujud.
.
I say it’s Intention. The exact moment ketika Anda sudah mengubah perspective Anda terhadap dunia, mencintai diri Anda, dan memutuskan apa yang Anda inginkan. Meniatkannya dengan sungguh-sungguh. Hal itu sebenarnya sedang antri untuk terjadi. Imajinasi Anda yang Anda lakukan secara sadar atau tidak, namun Anda menaruh perhatian Anda pada imajinasi itu, hal itu akan terjadi pada hidup Anda. Apapun itu. Albert Einstein said, “Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited to all we know and understand, while imagination embraces the entire world, and all there ever will be to know and understand.”
.
Kata kuncinya adalah, gabungkan intention dengan imagination. Sebelum memulai imajinasi Anda, niatkan dengan yakin hal itu milik Anda. Sadari dan perhatikan keduanya.
.
Saya masih punya banyak cerita lain yang saya alami, atau teman-teman saya alami, baik soal bisnis atau kehidupan sehari-hari. Buuutt… sudah terlalu panjang.. hehehehee….
So, selamat mencoba to craft your intention cari banyak imajinasi saya yang lain. Ketika umur bertambah, bertambah pula kegiatan
Posting Komentar untuk "8 Kebiasaan Yang Membuat Kita Kaya (3)"